Senin, 02 September 2013

REALISASI KEIMANAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL




A. Cinta Sesama Muslim Sebagian dari Iman
1.      Riwayat Hadits

عن أبي حمزة أنس بن مالك رضي الله عنه –خادم رسول اله صلى الله عليه وسلم قال " لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radhiyallahu anhu, pelayan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tidak beriman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai milik saudaranya (sesama muslim) seperti ia mencintai miliknya sendiri”.(H.R Bukhari, Muslim, Ahmad dan Nasa’i)
Demikianlah di dalam Shahih Bukhari, digunakan kalimat “milik saudaranya” tanpa kata yang menunjukkan keraguan. Di dalam Shahih Muslim disebutkan “milik saudaranya atau tetangganya” dengan kata yang menunjukkan keraguan.
Para ulama berkata bahwa “tidak beriman” yang dimaksudkan ialah imannya tidak sempurna karena bila tidak dimaksudkan demikian, maka berarti seseorang tidak memiliki iman sama sekali bila tidak mempunyai sifat seperti itu. Maksud kalimat “mencintai milik saudaranya” adalah mencintai hal-hal kebajikan atau hal yang mubah. Hal ini ditunjukkan oleh riwayat Nasa’i yang berbunyi : “Sampai ia mencintai kebaikan untuk saudaranya seperti mencintainya untuk dirinya sendiri”
Hadits di atas menegaskan bahwa di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah bahwa ia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Kecintaan yang dimaksudkan di sini termasuk di dalam rasa bahagia jika melihat sesamanya muslim mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang jika sesamanya muslim mendapat kesulitan dan musibah yang ia sendiri membencinya. Ketiadaan sifat seperti itu menurut hadits di atas menunjukkan kurang atau lemahnya tingkat keimanan seseorang. Sifat seperti yang disebutkan Rasulullah dalam hadits tersebut hanya dapat terwujud jika seseorang terhindar dari sifat dengki dan iri hati. Oleh sebab itu, hadits tersebut dapat dipahami secara terbalik bahwa orang yang menyimpan sikap dendam, dengki dan iri terhadap sesamanya muslim termasuk orang yang tidak sempurna tingkat keimanannya. Hal tersebut mengingat bahwa sifat dengki yang dimiliki seseorang terhadap sesamanya mengandung kebencian terhadap orang yang mengunggulinya dalam hal-hal tertentu. Seorang mukmin yang baik ialah apabila melihat kebaikan pada saudaranya, ia berharap mendapatkan kebaikan yang sama tanpa mengharapkan nikmat itu hilang dari saudaranya. Jika melihat kekurangan pada saudaranya, maka ia berusaha memperbaikinya, sebab orang mukmin dengan orang mukmin ibarat satu anggota tubuh yang saling melengkapi satu sama lain.
Di sisi lain, hadits di atas memberikan isyarat betapa besar penghargaan Islam terhadap persaudaaraan. Demikian besarnya arti persaudaraan, maka Islam menjadikannya sebagai salah satu indikator keberimanan seseorang. Saudara yang dimaksudkan dalam hadits di atas bukan hanya saudara yang diikat hubungan nasab, tetapi lebih dari itu, persaudaran yang diikat oleh hubungan agama dan keimanan. Persaudaraan semacam ini adalah persaudaraan suci yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan bukan motif-motif lain. Persaudaraan atas dasar keimanan dan keislaman merupakan persaudaraan yang abadi dan tidak akan luntur selama keimanan dan keislaman tetap bersemayam di dalam hati dan diri seseorang.
2.      Penjelasan
Iman dan amal shaleh ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Meskipun konsep iman itu sifatnya abstrak, tapi amal shaleh yang lahir dari seseorang merupakan pantulan dari keimanan tersebut. Itulah sebabnya sehingga sejumlah ayat dalam al-Qur’an selalu menyandingkan iman dengan amal shaleh. Tingkat keberimanan seseorang akan melahirkan prilaku-prilaku kongkrit dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hubungan itu, sehingga Rasulullah saw. dalam sejumlah hadis selalu mengaitkan tingkat kesempurnaan iman seseorang dengan prilaku sehari-hari. Di antara prilaku yang dijadikan Rasulullah saw. sebagai parameter keberimanan seseorang adalah sejauh mana tingkat kepedulian seseorang terhadap sesama manusia.
Hadis di atas menegaskan bahwa di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah bahwa ia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Kecintaan yang dimaksudkan di sini termasuk di dalam rasa bahagia jika melihat sesamanya muslim mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang jika sesamanya muslim mendapat kesulitan dan musibah yang ia sendiri membencinya. Ketiadaan sifat seperti itu menurut hadis di atas menunjukkan kurang atau lemahnya tingkat keimanan seseorang.
Sifat seperti yang disebutkan Rasullah dalam hadis tersebut hanya dapat terwujud jika seseorang terhindar dari sifat dengki dan iri hati. Oleh sebab itu, hadis tersebut dapat dipahami secara terbalik bahwa orang yang menyimpan sikap dendam, dengki dan iri terhadap sesamanya muslim termasuk orang yang tidak sempurna tingkat keimanannya. Hal tersebut mengingat bahwa sifat dengki yang dimiliki seseorang terhadap sesamanya mengandung kebencian terhadap orang yang mengunggulinya dalam hal-hal tertentu.
Seorang mukmin yang baik ialah apabila melihat kebaikan pada saudaranya, ia berharap mendapatkan kebaikan yang sama tanpa mengharapkan nikmat itu hilang dari saudaranya. Jika melihat kekurangan pada saudaranya, maka ia berusaha memperbaikinya, sebab orang mukmin dengan orang mukmin ibarat satu anggota tubuh yang saling melengkapi satu sama lain.
Hadis di atas tidaklah berarti bahwa seorang mu’min yang tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya berarti tidak beriman sama sekali. Pernyataan لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ pada hadis di atas mengandung makna “tidak sempurna keimanan seseorang” jika tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Jadi, harf nafi لا pada hadis tersebut bermakna ketidaksempurnaan.
Di sisi lain, hadis di atas memberikan isyarat betapa besar penghargaan Islam terhadap persaudaaraan. Demikian besarnya arti persaudaraan, maka Islam menjadikannya sebagai salah satu indikator keberimanan seseorang. Saudara yang dimaksudkan dalam hadis di atas bukan hanya saudara yang diikat hubungan nasab, tetapi lebih dari itu, persaudaran yang diikat oleh hubungan agama dan keimanan. Persaudaraan semacam ini adalah persaudaraan suci yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan bukan motif-motif lain. Persaudaraan atas dasar keimanan dan keislaman merupakan persaudaraan yang abadi dan tidak akan luntur selama keimanan dan keislaman tetap bersemayam di dalam hati dan diri seseorang.
Dalam berbagai riwayat, Rasulullah saw. menjelaskan keutamaan dan keistimewaan yang dimiliki oleh orang yang saling mencintai dan menyayangi atas dasar kecintaan kepada Allah. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ فِيمَا قُرِئَ عَلَيْهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَعْمَرٍ عَنْ أَبِي الْحُبَابِ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَيْنَ الْمُتَحَابُّونَ بِجَلاَلِي الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ فِي ظِلِّي يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلِّي.(رواه مسلم(
Artinya:
Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami dari Malik bin Anas sebagaimana dibacakan kepadanya dari ‘Abdillah bin ‘Abd al-Rahman bin Ma’mar dari Abi al-Hubab Sa’id bin Yasar dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. telah bersabda, “pada hari kiamat Allah swt. akan berfirman: ‘dimanakah orang yang saling berkasih sayang karena kebesaran-Ku, kini Aku naungi di bawah naungan-Ku, pada saat tiada naungan kecuali naungan-Ku. (H.R. Muslim)
Hadist di atas mengisyaratkan bahwa cinta yang mendatangkan kebahagiaan abadi adalah cinta yang dibangun atas dasar keridhaan Allah swt. Orang yang membangun kecintaannya kepada sesamanya manusia karena Allah swt. akan mendapatkan penghormatan istimewa di hari akhirat. Orang seperti ini senantiasa memandang bahwa kehidupan yang bermakna adalah kehidupan yang memberi makna kepada orang lain. Dengan demikian, ia selalu memposisikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat, yang harus membangun suatu tatanan hidup untuk kebahagiaan bersama. Prinsip tersebut mengantarnya untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh saudaranya, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan. Sikap seperti ini  menyebabkan terjadinya keharmonisan hubungan antar individu yang akan memperkokoh persatuan dan kesatuan. Sehubungan dengan hal ini, Rasulullah saw. bersabda:
حَدَّثَنَا خَلاَّدُ بْنُ يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ جَدِّهِ عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ)رواه البخاري ومسلم(
Artinya:
Khalad bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Sofyan telah menceritakan kepada kami dari Abi Burdah ibn ‘Abdillah ibn Abi Burdah dari kakeknya dari Abi Musa dari Nabi saw. telah bersabda: “sesungguhnya antara seorang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan bangunan yang saling melengkapi (memperkokoh) satu sama lain.” (H.R. Bukhari dan Muslim.)
Tatanan masyarakat yang penuh cinta kasih tidak hanya sebatas konsep dan motivasi dari Rasulullah saw., tapi beliau sudah terlebih dahulu mempraktekkannya dalam masyarakat Madinah pada peristiwa hijrah. Rasulullah mempersaudarakan mereka atas dasar persaudaraan agama, sehingga jiwa mereka terpaut satu sama lain melebihi hubungan persaudaraan sedarah. Kaum Anshar dengan tulus ikhlas menolong dan merasakan penderitaan yang dialami oleh kaum Muhajirin sebagai penderitaannya. Perasaan seperti itu bukan didasarkan keterkaitan darah atau keluarga, tetapi didasarkan pada keimanan yang teguh. Tak heran kalau mereka memberikan apa saja yang dimilikinya untuk menolong saudaranya dari kaum Muhajirin, bahkan ada yang menawarkan salah satu istrinya untuk dinikahkan kepada saudaranya dari kaum Muhajirin.
Persaudaraan seperti itu mencerminkan betapa kokoh dan kuatnya keimanan seseorang. Ia selalu siap menolong saudaranya seiman meskipun tanpa diminta, bahkan tidak jarang mengorbankan kepentingannya sendiri demi menolong saudaranya. Perbuatan baik seperti itulah yang akan mendapat pahala besar di sisi Allah swt
Allah swt. berfirman dalam QS. Ali Imran (3): 92, yang artinya:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.
Sebaliknya, orang-orang mukmin yang hanya mementingkan dirinya sendiri, dan tidak memiliki semangat ihsan terhadap sesamanya, orang seperti itulah yang masuk dalam kategori tidak sempurna keimanannya, meskipun mereka taat dalam menjalankan kewajiban-kewajibannya kepada Allah. Kesalehan seseorang tidak hanya diukur dengan parameter ketaatan melaksanakan kewajiban individual terhadap al-Khaliq, tetapi juga harus dibarengi dengan hablum minan nas yang baik.
Perlu diingat kembali bahwa perintah untuk mencintai sesama muslim haruslah senantiasa berada dalam semanga ketaatan kepada Allah. Tidaklah benar jika atas alasan menolong sesama manusia sehingga mengabaikan rambu-rambu Tuhan, sebab tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam mendurhakai Allah. Oleh sebab itu, tidaklah dikategorikan berbuat baik kepada sesamanya jika pertolongan yang diberikannya membantu orang tersebut dalam melakukan kemaksiatan kepada Allah, sebab dalam kondisi seperti itu berarti memposisikan makhluk pada posisi Tuhan.
3.      Fiqh al-Hadis
Salah satu tanda kesempurnaan iman seorang mukmin adalah mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Hal itu direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan berusaha untuk menolong dan merasakan kesusahan maupun kebahagiaan saudaranya seiman yang didasarkan atas keimanan yang teguh kepada Allah SWT.
Dia tidak berpikir panjang untuk menolong saudaranya sekalipun sesuatu yang diperlukan saudaranya adalah benda yang paling ia cintai. Sikap ini timbul karena ia merasakan adanya persamaan antara dirinya dan saudaranya seiman.
4.      Intisari/Kandungan Hadits
·         Mencintai sesama muslim merupakan bagian dari iman.
·         Ciri seorang muslim yang baik diantaranya merasakn dirinya bagian dari orang lain sehingga apabila orang lain senang dia merasa senang, demikian pula apabila orang lain sakit dia merasa sakit.
·         setiap muslim adalah bersaudara sehingga mereka hendaknya menjalin rasa kasih sayang dan tidak boleh bermusuhan. 
B.Memuliakan dan Menghormati Tetangga dan Tamu
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ(رواه البخارى(

Artinya
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya; barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berbuat baik kepada tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam” (H.R. Bukhari)

3. Penjelasan Singkat
Hadits di atas menyebutkan tiga di antara sekian banyak ciri dan sekaligus konsekuensi dari pengakuan keimanan seseorang kepada Allah swt. dan hari akhirat. Ketiga ciri yang dimaksudkan adalah: memuliakan tamu, menghormati tetangga, dan berbicara yang baik atau diam. Meskipun keimanan kepada Allah dan hari akhirat merupakan perbuatan yang bersifat abstrak, namun keimanan tidak berhenti sebatas pengakuan, tetapi harus diaplikasikan dalam bentuk-bentuk nyata. Hadits di atas hanya menyebutkan tiga indikator yang menggambarkan sikap seorang yang beriman, dan tidak berarti bahwa segala indikator keberimanan seseorang sudah tercakup dalam hadits tersebut.
Demikian pula, ciri-ciri orang beriman yang disebutkan dalam hadits di atas tidaklah berarti bahwa orang yang tidak memenuhi hal itu diklaim sebagai orang yang keluar dari keimanan, sehingga orang yang tidak memuliakan tamu dan tetangga, serta tidak berkata yang baik dianggap tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Maksud hadits di atas bahwa ketiga sifat yang disebutkan dalam hadits termasuk aspek pelengkap keimanan kepada Allah dan hari akhir-Nya. Ketiga sifat tersebut di atas jika diwujudkan dengan baik, mempunyai arti sangat besar dalam kehidupan sosial.
Ciri orang beriman yang disebutkan dalam hadist di atas, adakalanya terkait dengan hak-hak kepada Allah SWT, yaitu melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan, seperti diam atau berkata baik, dan adakalanya terkait dengan hak-hak hamba-Nya, seperti tidak menyakiti tetangga dan memuliakan tamu.

Adapun etika bertamu yang harus diperhatikan antara lain:
·         Masuk ke rumah orang lain atau tempat perjamuan, harus memberi salam, dan atau memberi hormat menurut adat dan tata cara masing-masing masyarakat.
·         Masuk ke dalam rumah melalui pintu depan, dan diperjamuan melalui pintu gerbang yang sengaja disediakan untuk jalan masuk bagi tamu.
·         Ikut berpartisipasi dalam acara yang diadakan dalam suatu perjamuan, selama kegiatan itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
·         Duduk setelah dipersilahkan, kecuali di rumah sahabat karib atau keluarga sendiri.
·         Duduk dengan sopan.
Jika tamu yang datang bermaksud meminta bantuan atas suatu masalah yang dihadapinya, maka kita harus memberinya bantuan sesuai kemampuan. Bahkan meskipun tamu bersangkutan tidak mengadukan kesulitannya jika hal itu kita ketahui, maka kita berkewajiban memberikan bantuan dalam batas kemampuan yang kita miliki. Jika ketentuan-ketentuan seperti disebutkan di atas dilaksanakan oleh segenap umat Islam, maka dengan sendirinya terjalin keharmonisan di kalangan umat Islam. Keharmonisan di antara umat Islam merupakan modal utama dalam menciptakan masyarakat yang aman dan damai.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.
Di antara akhlak yang terpenting kepada tetangga adalah:
·         Menyampaikan ucapan selamat ketika tetangga sedang bergembira.
·         Menjenguknya tatkala sakit.
·         Berta’ziyah ketika ada keluarganya yang meninggal.
·         Menolongnya ketika memohon pertolongan.
·         Memberikan nasehat dalam berbagai urusan dengan cara yang ma’ruf, dan lain-lain.
5.      Fiqh al-Hadis
Untuk kesempurnaan iman dan sebagai salah satu tanda keimanan kepada Allah swt. dan hari akhir, seorang mukmin harus memuliakan tetangga, tamu, dan berkata yang baik atau memilih diam jika tidak mampu mengucapkan yang baik.

  1. Memuliakan tamu.
Maskud memuliakan tamu dalam hadits di atas mencakup perseorang maupun kelompok. Tentu saja hal ini dilakukan berdasarkan kemampuan bukan karena ria. Dalam syariat Islam, batas memuliakan tamu adalah 3 hari tiga malam, sedangkan selebihnya merupakan sedekah.
  1. Memuliakan tetangga. Maksud tetangga disini adalah umum, baik yang dekat maupun yang jauh, muslim, kafir, ahli ibadah, orang fasik, musuh, dan lain-lain, yang bertempat tinggal di lingkungan rumah kita. Namun demikian, dalam memuliakan mereka, terdapat tingkatan-tingkatan antara satu tetangga dengan lainnya. Seorang muslim dan ahli ibadah yang dapat dipercaya dan dekat rumahnya lebih utama untuk dihormati dari pada para tetangga lainnya.
Diantara akhlak yang terpenting kepada tetangga adalah:
  • Menyampaikan ucapan selamat ketika tetangga sedang bergembira
  • Menjenguknya tatkala sakit
  • Bertakziyah ketika ada keluarganya yang meninggal
  • Menolongnya ketika memohon pertolongan
  • Memberikan nasehat dalam berbagai urusan dengan cara yang ma’ruf dan lain-lain
3.      Berbicara baik dan diam
Sesungguhnya ucapan seseorang menentukan kebahagian dan kesengsaraan dirinya. Orang yang selalu menggunakan lidahnya untuk berbiara baik, memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kepada kejelekan, membaca Al-Qur’an, membaca ilmu pengetahuan dan lain-lain. Ia akan mendapatkan kebaikan dan dirinya pun terjaga dari kejelekan. Sebaliknya orang yang apabila menggunakan lidahnya untuk berkata-kata jelek atau menyakiti orang lain, ia akan mendapat dosa dan tidak mustahil orang lain, ia akan mendapat dosa dan tidak mustahil orang lain pun akan bertaubat demikian kepadanya. Maka perintah Rasulullah untuk berkata baik dan diam merupakan suatu pilihan yang akan mendatangkan kebaikan.

Senin, 27 Mei 2013

Wanita dan Harta


Bismillahirrohamanirrohim,,
Semoga ukiran ini dapat membantu ukhtii Almahbubah,,
Semoga masih tetap menjaga akidah, akhlaknya sesuai apa yang di tetapkan dalam ajaran islam. :)
Uhibbukum fillah, ukhtii yang slalu dalam rahmat Allah. Dalam pedoman hidup kita pada Surat Ali-Imron Ayat 31, yang berbunyi: “Katakanlah: jika kamu (benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku. Niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”
Ikuti suara hatimu…  jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah itu kepada Allah (Alqur’an) dan Rosul (Sunnahnya). Ada pada QS.An-Nisa’ : 59.
Dan perintah Allah dalam QS. An-Nur: 31, yang berbunyi:
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur (jilbab)nya ke dadanya…”

Sungguh, islam memperlakukan wanita sangat mulia. Resapilah!!!!!
Wahai muslimahku.. dibalik batasan itu tersirat sesuatu yang agung. Allah ingin kita dikenali sebagai wanita muslimah dan itu agar kita terjaga dari niat jahat orang-orang.

Dan setiap kita pasti berharap, agar bisa mendapatkan rezeki yang halal, dan berkah. Yaitu mendapat barakah dari Allah, sehingga bisa mencukupi kebutuhan, dan bermanfaat untuk dunia dan akhirat. Di zaman moderen ini, berbagai cara untuk mendapatkan rezeki. Ada yang hukumnya halal, haram, maupun subhat. Cara mencari rezeki yang halal, tentunya dengan jalan yang tidak melanggar syariat-syariat Allah, misalnya bertani, berdagang barang-barang yang halal dan mubah, atau bekerja halal sesuai dengan ketrampilan yang kita miliki. Hukumnya haram ada karna sifat atau karna zatnya dan haram karena pekerjaan atau usahanya atau cara mendapatkannya… hukumnya subhat (campuran halal dan haram) banyak mazhab yang berbeda” dalam penafsiran ini. Kita dapat membandingkan antara mudorat dan muslahatnya.
Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, menyampaikan: “Sesuatu yang diharamkan karena usahanya, maka ia haram bagi orang yang mengusahakannya saja, bukan pada yang lainnya yang mengambil dengan jalan yang mubah (boleh)”.
Wahai Muslimahku,, Rizki adalah ketentuan Allah. Dia telah menentukan kadarnya bagi masing-masing orang, sebagaimana disabdakan Nabi bahwa rizki itu telah ditetapkan sejak ditiupkannya ruh ke dalam janin dalam kandungan. Sungguh, rezeki kita semua sudah ditentukan oleh Allah..Jangankan kita manusia, rezeki seluruh binatang melata di muka bumi ini pun sudah dijamin oleh Allah. Karena itu, jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah, yang Maha Luas karunia-Nya.
kita tidak boleh patuh terhadap seseorang yang menghalang kita dalam ketaatan kepada Allah walaupun ia ibu kita sendiri, apa lagi yang ukhti maksud hanya seorang sahabat.. Bersabarlah atas ujian ini. Genggam erat bara sunah dan firman Allah hingga kita tag akan merasakan panasnya lagi. Ingat! Dunia hanya sementara. Janji Allah bagi mereka yang mampu memegang bara iman ini dgn erat dan mengacuhkan pandangan miring manusia terhadapnya.
Ingatkah dalam QS. Ath-Thalaq: 2-3: “…Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya; dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.”
Muslimahku,,,


اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (QS. AL-Hadid: 20)
              Tugas seorang hamba adalah berusaha semaksimal mungkin menyongsong sampainya bagian rizki tersebut padanya. Allah berfirman, “Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah…” (QS. Az-Zumar: 53)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain); dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah 5-8)

Memohonlah kpada Allah agar kita senantiasa dibereikan hidayah, taufik, rahman, maghfiroh dan pertolonganNya. moga Allah mengampuni dosa" kita, baik yg tampak maupun yang sembunti. moga dipermudah setiap urusan dan diberkahinya smoga akan tetap diLindungi. Aamiin Ya Rabbal'alamin..
segala yg benar datangnya dari Allah, adapun kekurangan dan kesalahan dari saya. salam ukhuwah..
Semoga bermanfaat..
#fastabiqul khoirat